Senin, 01 Desember 2008

Jemaah Kecewa Penghentian Transportasi ke Masjidilharam

By Republika Contributor
Selasa, 02 Desember 2008 pukul 09:46:00

MEKKAH -- Jemaah haji Indonesia merasa kecewa dengan penghentian pengoperasian alat transportasi khusus dari pemondokan ke Masjidilharam mulai 2 Desember 2008 pukul 24.00 WAS (Waktu Arab Saudi).

"Kami kecewa dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi itu, tapi kami tak bisa berbuat apa-apa, kecuali mengisi dengan pembinaan keagamaan hingga menjelang wukuf," kata ketua kloter (Kelompok terbang) 14 SUB (Surabaya) Abdul Fatah Karnadi.

Menurut Abdul Fatah Karnadi , pihaknya juga mengambil hikmah kebijakan itu agar saat wukuf menjadi lebih fit dan segar, namun pihaknya tidak dapat melarang jemaah yang tetap ingin ke Masjidilharam dengan menyewa bus atau taksi sendiri.

"Kalau sewa bus bisa lima riyal per-orang, tapi kalau taksi mungkin 40 riyal dengan cara patungan. Itu kebijakan masing-masing jemaah," kata pimpinan kloter yang berasal dari Pasuruan itu.

Senada dengan itu, jemaah kloter 3 MES (Medan) Akhyar P (60) mengaku dirinya tetap ingin ke Masjidilharam, meski alat transportasi khusus dihentikan operasionalnya.

"Kami akan tetap ke Masjidilharam dengan naik bus yang tarifnya lima riyal per-orang, sebab kami datang ke sini untuk beribadah," katanya.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengeritisi fasilitas pemondokan yang kurang bersih, banyak lalat, air yang sering tersendat.

"Kalau beli makanan juga susah, karena penjual dari mukimin (penduduk luar Arab Saudi yang ber-KTP Arab Saudi) sering diusir polisi, sedangkan penjual dari Arab Saudi tidak diapa-apakan. Kalau begini, kami harus makan dari mana, kami 'kan masih lama di Mekkah," katanya.

Sebelumnya, Menteri Agama Maftuh Basyuni mengimbau jemaah haji untuk menghemat tenaga dengan salat di pemondokan masing-masing, karena haji adalah wukuf di Arafah. - ant/ah

Hak Cipta dan Paten Budaya Diatur dalam UU Baru

By Republika Contributor
Selasa, 02 Desember 2008 pukul 10:34:00

NUSA DUA-- Penerapan hak cipta dan paten dalam perlindungan pengetahuan budaya dan ekspresi budaya tradisional akan diatur dalam UU baru yang sekarang sedang dibahas rancangannya di bawah Ditjen Hak Atas Kekayaan Inteletual (HAKI) Departemen Hukum dan HAM.

Prof Dr Edi Sedyawati, anggota pokja RUU Perlindungan Pengetahuan Budaya dan Ekspresi Budaya Tradisional mengatakan, dalam RUU akan diatur pembedaan hak cipta dan hak paten serta institusi yang berhak mengklaim sebagai pemiliknya di Nusa Dua, Selasa (2/12).

"RUU ini sedang dibahas dan kita ingin bisa diberlakukan 2010," kata Edi Sedyawati, mantan Dirjen Kebudayaan Depdikbud sebelum pembukaan konferensi internasional yang diselenggarakan Organisasi Hak atas kekayaan intelektual dunia (WIPO) di Nusa Dua, Bali, 2-3 Desember 2008.

Pembedaan hak cipta dan paten perlu disebarluaskan, sehingga tidak ada salah tanggap atas masalah budaya tradisional, seperti kasus batik yang katanya diklaim milik Malaysia.

Hak cipta, katanya, berkenaan dengan kepemilikan karya cipta atau "copy right" atas sesuatu, sedang hak paten bisa dilakukan akibat adanya inovasi teknologi terhadap suatu karya cipta.

Ia menjelaskan, dalam kasus batik, hak cipta memang milik budaya tradisional bangsa Indonesia, namun untuk hak paten, bisa jadi Malaysia berhak mengklaim karena mereka bisa membuktikan terjadinya inovasi baru dalam teknologi membuat batik yang khas, seperti dengan kuas atau teknik baru lain dari punya Indonesia dengan teknik canting dan cetak (printing).

Ia juga menjelaskan, dalam UU nantinya, yang berhak mengklaim pemilik budaya tradisional adalah dewan adat. Namun bila tidak ada dewan adat, yang berhak mengklaim pemiliknya adalah instansi atau pemerintah daerah yang menaunginya, atau bila tersebar di berbagai provinsi yang mengklaim tentunya pemerintah pusat.

"Dengan adanya kepemilikan hak cipta atau paten ini penting bagi perolehan pendapatan yang diatur sebagai 'profit sharing' (bagi hasil) bagi pemilik budaya tradisional itu," katanya.

Ia mengatakan, bagi pemerintah daerah, pendapatan dari hak cipta atau paten bisa menjadi pendapatan asli daerah (PAD). (ant/ri)

Recent Comments

Recent Posts